Dompu, Lensa Pos NTB - Gabungan Rakyat Anti Tambang (GARANG) menolak perusahaan tambang di wilayah Desa Mangge Na'e Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu NTB.
Statemen tersebut disampaikan oleh Ilham, Koordinator lembaga tersebut saat dikonfirmasi media ini terkait postingannya di media sosial Facebook menyoal aktivitas tambang galian C di desa ujung timur Kabupaten Dompu itu.
Dalam catatan penanya berjudul "Tambang Bahan Galian C di Wilayah Desa Manggenae, Mudarat atau Petaka?", ia mengatakan proses pembangunan Perusahaan Tambang bahan galian c di wilayah Desa Manggena'e harus ditolak. Sebab perusahan yang diduga milik Arifuddin itu berpotensi merusak tatanan sosial ekonomi masyarakat sekitar.
"Karena itu Gabungan Rakyat Anti Tambang (GARANG) menolak pembangunan usaha Tambang Galian C di Wilayah Manggena'e," tegasnya.
Dikatakannya hingga saat ini, perusahaan tersebut telah melakukan pengerukan tanah dan diduga tanpa mengantongi izin pengerukan tanah dari Pemerintah.
"Karena ada proses jual beli hasil pengerukan tanah di dalamnya tentu perbuatan ini adalah melanggar mandat dan norma PP No 32 Tahun 2010 tentang kegiatan usaha pertambangan," tandasnya.
Ia mengemukakan hal lain yang sangat berbahaya adalah adanya potensi kerusakan lingkungan dan sumber kehidupan masyarakat sekitar pembangunan tambang.
Di sekitar lokasi tersebut ada banyak lahan pertanian milik petani desa Manggenae yang selama ini menjadi mata pencaharian mereka.
Bisa dipastikan, ketika usaha pengolahan bahan galian C sudah dimulai, maka usaha pertanian mengalami kelumpuhan. "Karena sejarah tambang galian C di Indonesia selalu membawa kerusakan/petaka bagi sumber kehidupan masyarakat sekitarnya," bebernya.
Di samping itu, lanjutnya perusahaan tersebut tidak melakukan sosialisasi tentang model perencanaan yang matang kepada masyarakat sekitar mengenai tata kelola lingkungan berdasarkan perspektif Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU No 32 tahun 2009.
"Padahal proses pengerukan sudah berjalan, namun belum ada Clear and Clean dengan masyarakat sekitar wilayah pengerukan. Akibat demikian, kita harus waspada dan cepat tanggap melihat hal demikian sebelum terjadi kerusakan," jelasnya.
Ia melanjutkan pengusaha pertambangan kerap membius warga dengan
informasi yang baik-baik mengenai usaha tambang tersebut.. Menurutnya hal itu adalah senjata mereka untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa peduli efek yang akan dihadapi masyarakat ke depan akibat kerusakan yang dibuatnya.
"Usaha pengerukan dan Pengolahan bahan galian C, selalu merusak Lingkungan, Sosial dan Ekonomi Masyarakat. Yang untung adalah pengusahan, buntung pasti ke masyarakat dan hanya bisa gigit jari ketika menonton kerusakan itu.
Cukup desa-desa lain menjadi korban kerusakan tambang galian c, jangan bawa kerusakan/petaka di kampung kami," ulas LBH Sila yang berkedudukan di Mataram ini menegaskan.
Penolakan keberadaan tambang galian C dilontarkan pula oleh Ilham Apriwijaya dari DPD GERAK (Gerakan Rakyat Anti Korupsi) NTB. Ia mengatakan sebelum dibukanya aktivitas pertambangan di Desa Manggenae, ia sudah memantau aktivitas tambang galian C di desa tetangga yakni Desa Katua.
Ilham menyebutkan aktivitas tambang galian C di Desa Katua mengakibatkan kerusakan jembatan yang menghubungkan desa Katua dengan lokasi transmigrasi. Aliran sungai yang tembus ke kota sungai potu (Laju) juga terhambat oleh adanya aktivitas tambang dan bahkan lahan milik masyarakat di pemukiman warga juga mengalami kerusakan karena keluar masuknya kendaraan berupa alat berat, truk ke lokasi tambang.
Ia menegaskan dalam tahapan umum perizinan pertambangan galian c harus jelas kepemilikan PT, serta izin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
"Hasil kajian itu harus disampaikan pada masyarakat setempat, agar masyarakat memahami dampaknya terhadap ekosistem, ekonomi, sosial dan lingkungan," pungkasnya.
Dikutip dari LakeyNews.com, Arifuddin, pemilik CV. Kian Sukses yang membuka usaha pertambangan di wilayah dua desa tersebut menegaskan bahwa perusahaan tambang galian C miliknya telah memiliki izin usaha dari pemerintah daerah setempat.
"Kami memiliki izin lengkap. Kami tidak berani melakukan penggalian kalau tanpa dilengkapi surat izin," ujarnya.
Dia membantah aktivitas penggalian yang dilakukan pihaknya telah merusak lingkungan. Penggalian di sekitar jembatan misalnya, menurutnya, itu dilakukan masyarakat.
"Itu dilakukan oleh masyarakat untuk mereka sendiri. Bukan untuk kami dan bukan oleh kami. Tidak ada kami gali di sekitar jembatan,” bantah Arifudin. (AMIN)