Dompu, Lensa Pos NTB - Tidak ada pilihan lain bagi seluruh elemen masyarakat Dompu saat ini kecuali menyelamatkan sisa-sisa hutan di Kabupaten Dompu yang masih ada saat ini.
Penegasan itu disampaikan oleh Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Dompu, Ir. Muttakun dalam acara Diskusi tentang kerusakan hutan Dompu yang digelar di Kedai Sruput Indonesia Simpasai Dompu bekerja sama dengan Sama Ngawa Center pada Minggu malam (25/10/2020).
"Langkah konkret yang harus kita lakukan bagaimana menyelamatkan sisa hutan yang masih ada yang disimbolkan dengan Pohon Terakhir yang ada di atas meja mas Imam (pemandu acara Imam Syahrullah,red)," tegas politisi Nasdem yang berlatar belakang aktivis lingkungan sebagai Direktur Fortani dan L2DPM ini.
"Percuma kita hadirkan pohon terakhir sebagai simbol sementara kita tidak mampu bersuara untuk menyelamatkan pohon yang tidak mampu bersuara," tandasnya.
Dalam hal penyelamatan hutan ini, Muttakun berharap para tokoh muda yang berada di dekat kawasan hutan supaya bekerja sama dengan Pemerintah Desa, BKPH, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) maupun kelompok tani hutan. Masyarakat harus diberi penyadaran agar tidak lagi memperluas areal penanaman jagung dengan cara merambah wilayah hutan. Dikatakannya petugas dari Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) sangat minim untuk dapat melakukan pengawasan di wilayah hutan yang begitu luas guna mencegah terjadinya aksi pengrusakan. Karena itu peran para pemuda dan masyarakat setempat sangat diharapkan guna mencegah terjadinya pengrusakan wilayah hutan yang lebih luas lagi.
Muttakun dengan suaranya yang serak pada malam itu menyuarakan dengan lantang "Salam Lestari" seraya mengepalkan tangan kanannya yang diikuti oleh hadirin. Hal itu dimaksudkan untuk membangun kesadaran para pemuda untuk memiliki kepekaan terhadap kondisi lingkungan yang sudah sangat memprihatinkan saat ini. Apalagi menjelang Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke 92 tanggal 28 Oktober 2020 hendaknya menjadi momentum untuk membangkitkan kekuatan pemuda mencegah terjadinya aksi pengrusakan hutan ini. Bahkan Muttakun mengapresiasi gerakan dan aksi besar-besaran para pemuda seperti yang dilakukan saat terjadinya penolakan terhadap UU Omnibuslaw beberapa hari lalu.
"Saya inginkan para pemuda dan mahasiswa di Dompu juga kompak dan bersatu melakukan aksi mendesak pemerintah untuk menindak tegas para pelaku perusak hutan maupun oknum-oknum pejabat yang telah melakukan pembiaran terhadap aksi pengrusakan hutan," harapnya.
Pada kesempatan tersebut, ia mengilas balik historis sikap tegas yang dilakukan pemerintah dan aparat penegak hukum tahun 2003 silam. Meski dirinya menjadi korban salah tangkap saat itu hingga sempat mendekam di balik jeruji besi. (Muttakun mengaku itu salah tangkap karena pada waktu itu ia bersama kelompok Latim Bogor telah bermitra dengan pemerintah untuk menjadikan kawasan So Lalembo dan Ncando yang telah dirambah oleh masyarakat untuk dijadikan kawasan percontohan agro forestry yang ditanami pepohonan buah-buahan).
Ia menyebut sikap tegas pemerintah dan APH saat itu menyebabkan lebih dari seratus orang dipenjara karena dinilai telah melakukan perambahan terhadap wilayah hutan itu.
Bercermin dari peristiwa tahun 2003 itu, ia sangat mengapresiasi bila saat ini pemerintah dan APH melakukan tindakan tegas terhadap para perusak hutan dan juga oknum pejabat yang melakukan pembiaran terhadap aksi pengrusakan hutan.
Lebih lanjut Muttakun juga memberikan klarifikasi terkait adanya penangkapan terhadap salah seorang warga Desa Bara yang ditangkap oleh Tim Gakkum Dishut Provinsi NTB pada Jumat (23/10/2020). Disebutnta yang bersangkutan saat itu bukan berada dalam kawasan hutan kemitraan tetapi sekitar 3 kilometer dalam kawasan hutan.
"Yang bersangkutan juga sudah memberikan keterangan secara jujur bahwa dia bukan anggota kemitraan," bebernya.
Ia kemudian mengajak untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat agar para pelaku pengrusakan tidak lagi melakukan tindakan pengrusakan. Ia juga mengapresiasi sikap terbuka dan kesadaran Pemerintah Desa Saneo bersama Pokdarwis dan Kelompok Tani Hutan di desa tersebut.
Dikatakannya di kawasan hutan Soromandi RTK 55 di wilayah Saneo telah banyak terjadi kerusakan yang bila dibiarkan terus berlangsung akan sangat membahayakan bagi ketersediaan mata air. Namun ketika diberikan pemahaman, masyarakat bersepakat tidak lagi memperluas areal penanaman jagung dengan merusak kawasan hutan.
Di akhir pemaparannya, Muttakun menyampaikan ucapan terima kasih atas kerja sama dan dukungan kelompok maupun lembaga pegiat lingkungan yang telah melakukan kegiatan-kegiatan.penanaman guna mengembalikan kondisi hutan meskipun membutuhkan waktu puluhan tahun lamanya baru bisa kembali pulih. Ia menyebut kelompok atau lembaga tersebut di antaranya Gerylia, Humpa, Gappepa, Kopling (Komunitas Pemuda Pecinta Lingkungan), Mapa STIE Yapis, Kelompok.pemuda Sama Ruku, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Lembaga Bantuan Hukum SU Guru Tani. (AMIN).