Ketua Komisi I DPRD Kab. Dompu, Ir. Muttakun
Dompu, koranlensapos.com - Komisi I DPRD Kabupaten Dompu mendesak Gubernur NTB untuk segera melakukan mediasi persoalan perselisihan batas wilayah antara Kabupaten Dompu dengan Kabupaten Bima.
Penegasan itu disampaikan oleh Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Dompu, Ir. Muttakun.
"Melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait Penyelesaian Batas Wilayah Kabupaten Dompu dan Bima yg dilaksanakan pada bulan Oktober 2021 telah dihasilkan rekomendasi politik yang meminta Pemprov NTB untuk segera memfasilitasi 2 pemimpin di Kabupaten Dompu dan Bima yang masih bersaudara ini membicarakan dengan bijak persoalan batas wilayah yang muncul dan lahir dari adanya pemendagri Nomor 37 Tahun 2016 tentang Batas Wilayah Kabupaten Dompu dan Bima," kata Muttakun.
Dilanjutkan Muttakun, Pemprov NTB dalam hal ini Gubernur NTB tidak boleh menganggap sepele munculnya selisih batas wilayah antara Dompu dan Bima ini.
"Ini harus menjadi attensi utama dan Pemprov tidak bisa membiarkan perselisihan batas ini berlarut-larut karena ini menyangkut hukum administrasi wilayah yang sudah diakui dan menjadi pedoman dalam pembangunan di kedua daerah yang bertetangga ini," desaknya.
Menurutnya, membiarkan persoalan batas wilayah ini mengambang dan tidak difasilitasi atau dimediasi untuk penyelesaiannya maka pemprov sama saja memghidupkan bara api yang sewaktu-waktu membesar bahkan memicu konflik terbuka di antara 2 kabupaten yang masih bersaudara ini.
"Pemprov dalam hal ini Gubernur NTB harus memiliki kepedulian untuk menyelesaikan masalah batas wilayah antara kabupaten Dompu dan Bima ini. Komisi I DPRD Kabupaten Dompu melihat saat ini tingkat kepedulian Gubernur NTB terhadap masalah yg muncul di daerah Dompu makin berada di titik nadir," sorotnya.
Politisi NasDem ini berharap semoga Gubernur NTB segera memerintahkan para pembantunya untuk memediasi persoalan batas wilayah ini sehingga tidak lagi menjadi bara api yang menyulut dan membakar hubungan sosial masyarakat di Kabupaten Dompu dan Bima.
Muttakun membeberkan Peraturan Pemerintah nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah telah mengamanatkan untuk percepatan penyelesaian Batas Daerah antara wilayah Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima berdasarkan Permendagri 37 Tahun 2016.
"Melihat progress report dari Tim Percepatan Penyelesaian Batas Daerah belum juga tuntas menghasilkan kesepakatan dengan pemerintah kabupaten Bima terkait perselisihan batas daerah, maka atas nama seluruh rakyat yang berada di Dompu maupun di luar Dompu dengan ini kami melalui Komisi I DPRD Kabupaten Dompu yang membidangi hukum dan pemerintahan mendesak Pemprov NTB untuk segera membahas penyelesaian persoalan batas daerah yang belum juga clear ini," pintanya.
Dijelaskan Muttakun, berdasarkan Pasal 5 ayat (5) PP 43 Tahun 2021 hanya memberi waktu untuk pembahasan percepatan penyelesaian batas daerah yang dituangkan dalam berita acara kesepakatan yang ditandatangani oleh parapihak paling lama 5 (lima) bulan terhitung sejak PP ini berlaku. Ia menilai upaya penyelesaian batas wilayah ini sangat lamban dan berlarut-larut tanpa kejelasan.
"Dengan merujuk PP 43 Tahun 2021 yang berlaku sejak diundangkan pada 2 Februari 2021 maka periode waktu 5 (lima) bulan itu paling lama pada 2 Juli 2021. Dan saat ini kita sudah berada pada Bulan Februari 2022," cetusnya.
Lebih lanjut Muttakun mengemukakan ketika persoalan batas daerah ini tidak segera atau belum diselesaikan kemudian batas wilayah kabupaten Dompu dengan kabupaten Bima masih merujuk pada Permendagri 37 Tahun 2016 atau belum dilakukan revisi berdasarkan fakta historis dan sosiologis yang didukung oleh Perda RTRW Kab Dompu maka ini akan berdampak secara hukum atas dokumen perencanaan dan penganggaran khususnya pada desa-desa di Kabupaten Dompu yang sebagian wilayahnya dengan Pilar Acuan Batas Utama (PABU) dan Titik Koordinat Kartometriknya telah bergeser dan masuk di wilayah administrasi Kabupaten Bima.
"Dan ketika perencanaan dan penganggaran masuk dalam dokumen RPJMD kemudian ditetapkan semua rencana itu dianggarkan dalam APBD dan dilaksanakan dalam wilayah administrasi kabupaten Dompu dan Bima yg ditetapkan melalui Permendagri No. 37 Tahun 2016 maka tentu ini akan berkonsekuensi hukum bagi 2 pemerintahan yaitu Kabupaten Dompu dan Bima.Bupati Dompu dan Bupati Bima justeru dapat diadili jika APBD nya dilaksanakan pada wilayah administrasi yang masih terjadi perselisihan," urainya.
Demikian pula jika ada wilayah administrasi desa di kabupaten Dompu maupun Bima yang bergeser karena Permendagri tersebut maka pembangunannya yang dilaksanakan oleh pemerintah desa di kedua kabupaten Dompu dan Bima yang menyediakan anggaran yang bersumber dari APBD Kabupaten Dompu untuk pemerintah desa yang ada di Kabupaten Dompu dan APBD Kabupaten Bima untuk pemerintah desa yang ada di Kabupaten Bima bisa jadi akan diseret secara hukum dan dinyatakan bersalah karena membahas, menetapkan serta menggunakan APBDes untuk program dan kegiatan yang ada dalam batas wilayah yang dinyatakan masih bermasalah.
"Dompu dan Bima adalah bersaudara. Diharapkan Gubernur NTB segera mempertemukan AKJ dan UMI DINDA yang mewakili 2 pemerintahan di Kabupaten Dompu dan Bima demi tercapainya kesepakatan secara damai dan indah. Itu harus segera dilakukan oleh Gubernur NTB," desaknya. (emo).