Oleh : Jainuddin,S.Pd - Kepala SMK Negeri 3 Kota Bima
Lensa Pos NTB (ARTIKEL) - Menjadi guru tentu merupakan pilihan mulia tetapi menjadi guru juga terasa seperti di “kerangkeng” ketika tuntutan berat dari peserta didik dan masyarakat akan profesi guru ini. Di kelas tentu keberadaan guru menjadi teladan baik bagi peserta didik, demikianpun di masyarakat guru menjadi cermin perilaku yang dicontoh dan ditiru. “Guru ditiru lan digugu”. Filosofi dalam bahasa Jawa yang berarti guru ditiru dan dicontoh adalah sebuah gambaran betapa profesi guru mempunyai tempat sakral yang menjadi cermin tingkah laku yang selalu menjadi panutan masyarakat terutama peserta didik didik di sekolah. Pepatah yang mengatakan “guru kencing berdiri murid kencing berlari” merupakan sindiran dan rambu-rambu bagi seorang guru dalam berperilaku di masyarakat, di mana semua tingkah laku dan sikapnya menjadi teladan dan contoh baik masyarakat terutama bagi peserta didik yang menjadi didikannya.
Peserta didik percaya apa yang dilakukan oleh guru adalah upaya memberikan pendidikan, pengajaran dan pembinaan agar dirinya kelak menjadi lebih baik. “Guru ditiru lan digugu” benar-benar menjadi sebuah bentuk filosofi peserta didik terhadap sebuah profesi guru. Pertanyaan menarik yang ingin penulis sampaikan menyikapi persoalan ini adalah apakah saat ini semboyan “guru ditiru lan digugu” masih berlaku?, Bukankah ada yang salah dalam cara guru saat ini dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik didik?, sudahkah guru pada umumnya dan guru yang sudah menyandang predikat professional atau tersertifikasi sudah memenuhi kewajibannya sebagai guru yang baik sesuai dengan amanat undang-undang?, seberapa besar kepedulian guru dalam membantu peserta didik dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh peserta didik?, serta sudahkah guru menjadi tauladan yang baik bagi peserta didik didiknya?.
Pendidikan kita seharusnya tidak melupakan upaya-upaya untuk menanamkan karakter, moralitas dan etika kepada diri peserta didik. Kurikulum merdeka hadir memberikan solusi akan persoalan ini. Kita berharap banyak pada kurikulum merdeka ini mampu merubah peserta didik menjadi lebih baik dan siap menghadapi tantangan perubahan. Demikian juga pada aspek gurunya, kehadiran kurikulum merdeka ini diharapkan dapat merubah cara dan pendekatan guru dalam mengajar serta mampu merubah mentalitas guru yang masa bodoh, tidak ikhlas memberikan pendidikan, pengajaran dan pembinaan kepada peserta didik, pasrah dengan keadaan tanpa mau merubah diri, kurang memiliki karakter kreatif dan inovatif dan masih banyak kekurangan guru lainnya yang turut memberi andil pada proses pendidikan yang bermutu dan berkarakter.
Masalah fundamental dalam pendidikan saat ini adalah bagaimana membangun kembali tatanan pendidikan kita yang mengarahkan pada upaya-upaya untuk menanamkan nilai-nilai atau atribut karakter baik dalam diri peserta didik termasuk di dalamnya dimensi moralitas dan etika. Pendidikan yang berbasis pada pembinaan karakter seharusnya menjadi konsen kita bersama saat ini. Menghadapi era globalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat serta semakin terbukanya komunikasi antar bangsa dan menuntut sumber daya manusia yang memiliki karakter kuat. Pembinaan karakter yang penulis dimaksudkan disini adalah untuk membangun dan mengembangkan pola berpikir kritis, positif, analitis, dan dinamis dalam menumbuhkembangkan sikap kerjasama, bersikap hormat, toleransi dalam kebihinekaan, disiplin, tanggung jawab, mandiri dan nilai-nilai moral lainnya sehingga bangsa akan tumbuh berkembang menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya.
Salah satu poin penting dari tugas pendidikan adalah membangun karakter (character building) anak didik. Kita mempunyai harapan ideal di mana guru dapat menjadi teladan baik bagi peserta didik di kelas. Tugas guru bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik dan membina peserta didik serta memastikan agar semua bakat, minat, kemampuan dan keahliannya dapat muncul menghasilkan prestasi yang membanggakan dirinya, keluarganya, sekolah bahkan gurunya yang berhasil mengajari dan mendidiknya. Apabila semua guru seperti ini begitu indahnya sebuah sekolah karena semua peserta didik berlomba dalam prestasi dan didampingi dan dibina oleh guru yang hebat, ikhlas dan telaten mendidiknya.
Karakter merupakan standar- standar batin yang terimplementasikan dalam berbagai kualitas diri. Karakter diri dilandasi nilai-nilai serta cara berpikir berdasarkan nilai-nilai tersebut dan terwujud di dalam perilaku. Bentuk-bentuk karakter yang dikembangkan telah dirumuskan secara berbeda. Pada intinya bentuk karakter apapun yang dirumuskan tetap harus berlandaskan pada nilai-nilai universal. Oleh karena itu, pendidikan yang mengembangkan karakter adalah bentuk pendidikan yang bisa membantu mengembangkan sikap etika, moral dan tanggung jawab, memberikan kasih sayang kepada anak didik dengan menunjukkan dan mengajarkan karakter yang bagus. Hal itu merupakan usaha intensional dan proaktif dari sekolah, masyarakat dan negara untuk mengisi pola pikir dasar anak didik, yaitu nilai-nilai etika seperti menghargai diri sendiri dan orang lain, sikap bertanggung jawab, integritas dan disiplin diri. Hal itu memberikan solusi jangka panjang yang mengarah pada isu-isu moral, etika, dan akademis yang merupakan concern dan sekaligus kekhawatiran yang terus meningkat di dalam masyarakat. Semoga kita semua bertambah “dewasa” dalam menyikapi berbagai persoalan sehingga tidak mengedepankan arogansi yang cenderung emosional. Guru mulailah mendesain diri menjadi guru yang dapat menghebatkan peserta didik apalagi tuntutan Kurikulum Merdeka saat ini telah menyediakan ruang untuk pengembangan menuju kearah itu. Ketika kita guru sudah dapat menghebatkan peserta didik maka inshaaAllah keberkahan akan guru peroleh. (**)