Sebanyak 1.188 Warga Desa Pemekaran di Dompu, Namun Masih Pakai KTP Desa Induk, Mengapa?

Kategori Berita

.

Sebanyak 1.188 Warga Desa Pemekaran di Dompu, Namun Masih Pakai KTP Desa Induk, Mengapa?

Koran lensa pos
Selasa, 16 Juli 2024

Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten Dompu, Drs. Abdul Najib


Koranlensapos.com - Sebanyak 1.188 warga masyarakat di  Kabupaten Dompu NTB secara fisik berada di desa pemekaran, namun masih menggunakan KTP dengan alamat desa/kelurahan induk. Contohnya warga Desa Sorisakolo masih menggunakan KTP beralamat Kelurahan Bali Kecamatan Dompu. Termasuk pula warga Desa Tembalae dan Desa Woko di Kecamatan Pajo masih menggunakan KTP desa induk yakni Desa Ranggo.

Hal itu terungkap dalam Rapat Koordinasi Pemutakhiran Data Pemilih yang digelar KPU Dompu beberapa hari lalu. Rakor tersebut menyusul hasil temuan Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) saat pelaksanaan Pencocokan dan Penelitian (Coklit) di tingkat desa/kelurahan.

Komisioner KPU Dompu, Yusuf mengemukakan pemilih yang seperti itu tetap akan memberikan hak suaranya di desa induk.

Yusuf menambahkan hasil dari Rakor itu bahwa Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Dompu akan membuka layanan administrasi kependudukan keliling ke desa-desa hasil pemekaran untuk membantu memperbaik dokumen kependudukan.

"Saat ini Dukcapil sedang melakukan pelayanan Adminduk dumaksud. Layanan tersebut dibuka sampai tanggal 24 Juli 2024," sebutnya.

Mengapa masih ada warga yang tidak melakukan perubahan domisili pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)?

Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten Dompu, Abdul Najib yang dikonfirmasi koranlensapos.com di ruang kerjanya membeberkan secara panjang lebar mengenai hal tersebut.

Abdul Najib menyebut pihaknya sudah berulang kali turun ke desa-desa untuk melakukan sosialisasi dan imbauan kepada masyarakat terkait hal tersebut. 

"Bahkan di Desa Sorisakolo kami ajak KPU komisioner yang lama dan Bawaslu untuk mendengarkan langsung alasan dari masyarakat," ujarnya.

Disebutnya ada 2 alasan mendasar sehingga masyarakat yang berdomisili di desa pemekaran tidak mau melakukan perubahan alamatnya di dokumen kependudukan.

"Pertama terkait Bantuan Sosial (Bansos) dan kedua karena terkait sistem zonasi sekolah bagi putra-putri mereka," jelas Kadis.

"Alasan mereka karena takut tidak akan mendapatkan lagi Bansos kalau pindah alamat.
Karena proses untuk pengusulan data baru di Bansos itu rumit, panjang dan lama. itu alasan mereka. Kedua terkait dengan zonasi pendidikan anak-anaknya," ulasnya.

Kadis Abdul Najib menegaskan Dinas Dukcapil tidak memiliki kewenangan untuk memaksa seseorang merubah alamat pada dokumen kependudukan. Demikian pula tidak bisa langsung melakukan perubahan pada alamat seseorang kendati pihaknya mengetahui secara pasti bahwa yang bersangkutan tinggal pada desa pemekaran.

"Tugas kami ini adalah melakukan pencatatan dan pendaftaran mengenai data kependudukan. Kalau mereka tidak usul, kami tidak bisa melakukan perubahan data meskipun secara fisik mereka sudah pindah alamat," urainya.

Dikemukakan Kadis, untuk permohonan perubahan data kependudukan, masyarakat harus mengisi sendiri formulir  permohonan perubahan. 

"Tidak bisa serta merta kita Dukcapil yang melakukan perubahan," tandasnya.

Kadis menggambarkan hal itu sama dengan warga yang telah meninggal dunia. Meskipun pihak Dinas Dukcapil mengetahui dengan pasti seseorang telah wafat, namun tidak bisa serta merta melakukan perubahan data kependudukan.

"Pihak keluarga harus melaporkan ke desa/kelurahan dan pelaporan dari desa/kelurahan itu menjadi dasar kami (untuk melakukan perubahan data kependudukan)," pungkasnya. (emo).