Koranlensapos.com - Sejarah dan budaya Dompu boleh dikata kian tenggelam seiring perjalanan waktu. Makin terkikis dan hilang ditelan zaman.
Tidak heran banyak orang gagal paham tentang sejarah dan budaya daerah yang berada di tengah Pulau Sumbawa ini. Jangankan kaum pendatang, orang yang lahir dan dibesarkan di daerah Dompu sendiri banyak tidak paham tentang hal itu. Dianggap Dompu hanyalah bagian dari Bima. Segala yang ada di Dompu berbau Bima (Mbojo).
Hal itu menimbulkan keprihatinan dari sejumlah tokoh pegiat sejarah dan budaya Dompu. Untuk tetap meneruskan perjuangan Nurhaidah dkk menginisiasi membentuk sebuah Lembaga yang bernama Lembaga Budaya Padompo. Lembaga ini sebagai wadah untuk terus memperjuangkan sejarah dan budaya Dompu.
Nama Padompo diilhami dari peristiwa Ekspedisi Padompo pada abad 14 yang dilakukan pasukan tentara Kerajaan Majapahit ke Kerajaan Dompo. Tujuan Ekspedisi Padompo ini hendak mengekspansi Dompo (Dompu) sebagai tindak lanjut Sumpah Palapa yang diikrarkan Gajah Mada saat dilantik sebagai Patih Amangkubhumi Majapahit pada tahun 1258 Saka (1366 M).
Lembaga Budaya Padompo terus berjuang untuk 'menghidupkan' kembali sejarah dan budaya Dompu yang kian memudar dan berusaha dipudarkan oleh berbagai kepentingan.
Kalimat pidato Presiden RI pertama, Ir. Soekarno pada 17 Agustus 1966 yang dikenal dengan nama "Jasmerah" (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) membangkitkan semangat mereka untuk "berjihad" terus menggali sejarah dan budaya daerah tersebut.
Bagi komunitas ini, fardu 'ain pula untuk meluruskan sejarah dan budaya Dompu yang makin kabur dan dikaburkan ini. Selanjutnya bisa dikenal dan diwariskan secara turun temurun dari masa ke masa. Zaman boleh berubah, tetapi sejarah dan budaya warisan para leluhur harus tetap dilestarikan. Yang baik bisa terus diikuti. Sedangkan yang tidak baik atau melanggar syariat agama cukup hanya dijadikan pengetahuan saja.
Berbagai cara pendekatan telah dilakukan para pegiat budaya dengan 'merengek' kepada Pemda Dompu untuk mendirikan museum sebagai tempat menyimpan benda-benda peninggalan sejarah. Itu dilakukan dari masa ke masa. Desakan kepada Pemda Dompu makin menguat setelah sejumlah pegiat budaya berkunjung ke Museum NTB. Mereka menyaksikan secara langsung benda-benda pusaka Dompu di masa lalu dicampakkan begitu saja di dalam sebuah gudang. Tidak dipajang di etalase sebagaimana peninggalan sejarah dari daerah lain di NTB. Hati mereka bagai teriris sembilu menyaksikan hal itu. Kepada Pemda Dompu diminta agar sesegera mungkin dibangunkan museum agar benda-benda peninggalan leluhur yang dicampakkan di Museum NTB itu dapat diambil kembali dan bisa ditempatkan semestinya.
Tetapi upaya tersebut pun gagal dan belum membuahkan hasil. Hingga kini pembangunan museum masih sebatas mimpi.
Namun para pegiat sejarah dan budaya ini tidak putus asa. Dengan berbekal sisa-sisa semangat yang masih ada, mereka menyatukan barisan untuk mendirikan sebuah galeri. Nama Padompo tetap disematkan. Galeri Padompo itulah namanya. Galeri Padompo ini berlokasi di Jalan Gajah Mada Nomor 8 Dompu (depan Kafe Delima).
Di galeri berukuran 6x3 meter ini, Lembaga Budaya Padompo memajang bukti-bukti peninggalan sejarah dan budaya Dompu dari masa ke masa. Ada yang berupa pecahan-pecahan gerabah, keramik, batu, maupun peralatan rumah tangga zaman dahulu. Ada juga berupa pakaian adat Kesultanan Dompu maupun pakaian umumnya bagi masyarakat. Terpajang juga foto -foto proses eksavasi (penggalian) berkali-kali yang dilakukan Balai Arkeologi di Situs Doro Bata, Situs Doro Mpana Kandai Satu maupun penelitian di berbagai tempat di Kecamatan Hu'u, Woja dan Pekat. Di galeri ini juga terdapat sejumlah sumber pustaka tentang Dompu yang ditulis oleh para peneliti sebagai hasil riset yang dilakukan.
Koranlensapos.com beberapa hari lalu menyempatkan untuk mengunjungi galeri yang sedang viral ini. Dua srikandi Lembaga Budaya Padompo yakni Nurhaidah (Dae Dau) dan Rukyatil Hilaliyah (Dae Yati) menyambut dengan ramah sembari memperlihatkan isi galeri ini.
Disebut Dae Dau, Galeri Padompo berfungsi sebagai wadah informasi sumber sejarah dan budaya Dompu.
"Bagi yang masih gagal paham dengan sejarah budaya Dompu bisa diskusi di sini. Yang mau susun mulok Dompu juga bisa copy paste di sini. Galeri Padompo bisa berkontribusi untuk memberikan informasi yang dibutuhkan," kata Dae Dau.
Putri budayawan almarhum Israel M. Saleh ini berterima kepada para pemerhati atas terwujudnya Galeri Padompo termasuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Dompu. Begitu pula sumbangan pemikiran dari para peneliti di Balai Arkeologi Bali yang mendedikasikan waktu, tenaga, pikiran dan juga kasih sayang untuk menggali dan mengkaji. sejarah dan budaya Dompu.
Disebutnya Galeri dan Pustaka Padompo dikelola oleh Lembaga resmi bersertifikat "Lembaga Budaya Padompo".
Rencana ke depan, lanjutnya, Galeri Padompo akan diperluas. Halaman kosong seluas sekitar 12x12 meter di pinggir jalan akan diwakafkan sebagai tempat berdirinya Galeri Padompo. Tujuannya tiada lain agar generasi Dompu memiliki wadah tempat mereka belajar sejarah dan budaya Dompu.
"Yang mau nyumbang buku juga boleh. Apalagi yang mau nyumbang untuk bangun galeri yang lebih besar, sangat bisa," ujarnya.
Bagi yang mau menyisihkan sedikit rezekinya untuk pembangunan Galeri Padompo dapat mentransfer di nomor rekening Bank NTB Syariah atas nama Lembaga Budaya Padompo Nomor 007.02.03153.06-4. (emo).