Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) dampingi Petani di lokasi PT. Globalindo Agung Lestari (GAL) |
Bima NTB,
koranlensapos.com
Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) saat ini tengah menyelesaikan kasus PT.
Globalindo Agung Lestari (GAL) Kapuas Kalimantan Tengah, salah satu Perusahaan Besar
Kelapa Sawit ini, dinilai telah merampok hak warga eks Transmigrasi di
Kabupaten Kapuas. Pengaduan puluhan eks warga Transmigrasi kepada Lembaga
investigasi LAI ini terkait hak-hak mereka dari kerjasama inti-plasma dengan
perusahaan PT. Globalindo Agung Lestari yang selama bertahun-tahun tidak pernah
diberikan. Selain itu ada dugaan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama warga
yang dijaminkan ke Bank tanpa melalui prosedur yang benar. Dengan demikian LAI menarik benang merah dalam kasus ini bahwa PT. GAL dinilai telah menyerobot
bahkan merampok hak-hak Warga Eks.
Transmigrasi di wilayah Lamunti Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah.
Ketua Dept. Intelijen Investigasi LAI, Aris Witono, mengatakan Terkait
pengaduan itu Aris menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti secepatnya,
dimulai dari klarifikasi dan investigasi lanjutan. “Investigasi awal dari
penelahaan kronologis dan data-data sudah cukup. Dari klarifikasi hasil
investigasi lanjutan nanti baru kami tentukan langkah-langkah berikutnya,”
ujarnya. Aris menjelaskan, ada 2 pihak yang harus dimintai klarifikasi, yaitu
PT. Globalindo Agung Lestari dan Koperasi Globalindo Mitra Sejati. “Masyarakat
harus dibantu. Tidak boleh masyarakat terus-menerus berada di pihak yang
dilemahkan dan dirugikan. Arogansi perusahaan-perusahaan yang notabene memiliki
modal dan akses lebih luas tidak boleh dibiarkan. Namun kami juga punya SOP
mengenai tahapan-tahapan yang harus dilakukan,” tuturnya.
Dari beberapa item kasus yang menjadi sasaran investigasi LAI, dalam
mengawal dan mendampingi Petani Kabupaten Kapuas, salah satunya bahwa tanggal
18 September 2011, pengurus koperasi menitipkan sementara Buku Sertifikat Hak
Milik sebanyak 56 sertifikat Asli Hak milik anggota Plasma perkebunan kelapa
sawit Desa Rantau Jaya UPT Lamunti II A-5 kepada PT. Globalindo Agung Lestari,
yang dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima Penitipan dengan diketahui
oleh Kades Rantau Jaya, Camat Mantangai dan Kadis Transmigrasi Kabupaten
Kapuas, namun kemudian pihak Koperasi Globalindo Mitra Sejahtera tidak pernah
melakukan kewajibannya, sebagai berikut, yakni (1). Menjelaskan besaran kredit
pembiayaan pembangunan kebun kelapa sawit, (2). Menjelaskan Sumber anggaran
pembiayaan kredit oleh Perbankan atau Inti, (3). Menjelaskan isi SK Penetapan
Peserta Plasma dari Bupati kepada anggota Koperasi, (4). Menjelaskan lama
tenggang waktu (berapa tahun ) anggota koperasi peserta plasma melaksanakan
pembayaran cicilan kredit pembiayaan, (5). Menjelaskan bahwa surat asli
sertifikat hak milik dijaminkan kepada pihak Bank.
Lanjut Aris, begitupun dengan hasil dan keuntungan. Masyarakat tidak pernah
tahu hasil panen, apalagi keuntungannya, di mana dari keuntungan tersebut ada
hak-hak masyarakat dengan pembagian hasil yang telah dituangkan dalam
perjanjian tertulis. Selama 7 tahun kerugian masyarakat akibat hak-haknya yang
diduga dirampok oleh PT. Globalindo ditaksir lebih dari 400 Milyar Rupiah. “Angka
itu cukup fantastis. Kemana saja larinya, sejauh mana keterlibatan koperasi
dalam masalah tersebut, itulah yang harus diurai agar hak-hak masyarakat dapat
terpenuhi,” pungkas Aris. (Tim Jakarta/Sukur
Bima)