DR. Ardito Binadi Saat memberikan materi tentang ekonomi syariah di Hotel Mutmainnah Kota Bima, Sabtu (27/7) |
Kota Bima, Lensa Pos NTB - Bermuamalah bagi setiap muslim bukan sekedar mencari untung, namun kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, dari mana harta yang dimiliki diperoleh dan untuk apa harta tersebut dihabiskan.
"Kalau kita bermualamalah secara Syar'iyyah (mengikuti peraturan bermuamalah dalam Islam) maka harta kita akan barokah sehingga hidup kita dipenuhi keberkahan karena makanan, minuman dan semua yang kita miliki berasal dari usaha yang halal," demikian penjelasan Dosen Fakuktas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta, DR. Ardito Binadi, M. Sc saat memberikan materi Seminar Ekonomi Syariah dengan tema "Gerakan Ekonomi Syariah Menggapai Hidup Berkah Tanpa Riba" di Hotel Mutmainnah Kota Bima, Sabtu (27/7).
Ia mengungkapkam di akhir zaman ini banyak sekali pebisnis yang tidak lagi mengindahkan halal haram, yang penting laku dan untung besar.
"Padahal setiap makanan yang kita makan dan minuman yang kita minum bila berasal dari usaha yang haram, maka akan ada konsekuensi kelak di akhirat," tandasnya seraya mengupas hadits Rasulullah SAW (yang terjemahannya) "Akan datang suatu masa, orang tidak peduli dari mana harta yang dihasilkannya, apakah dari jalan yang halal atau dari jalan yang haram" (HR. Bukhori) dan sabda Rasulullah SAW kepada salah seorang sahabatnya yang terjemahannya ”'Wahai Ka'ab Bin Ujroh sesungguhnya tidaklah tumbuh setiap daging yang diberi asupan makanan yang haram melainkan nerakalah yang berhak membakarnya" (HR. Tirmidzi).
Wakil Sekretaris Komisi Pemberdayaan Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini mengatakan di zaman akhir ini riba telah merajalela. Demikian banyaknya transaksi riba sehingga dianggap sudah wajar.
"Memberikan pinjaman dengan mengenakan bunga 6 % kepada pelaku usaha yang membutuhkan dianggap pertolongan dan kebajikan yang besar pahalanya. Padahal dengan mengenakan bunga (lebihan) berapapun besarnya adalah riba dan dosa besar," tegasnya.
Lebih lanjut Ardito menerangkan segala sesuatu yang ada di muka bumi hukum asalnya adalah halal. Hal itu merujuk pada Firman Allah dalam All-Qur'an Surah All-Baqarah ayat 29 bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi untuk manusia.
"Berdasarkan ayat tersebut, para Fuqaha membuat qaidah "semua bentuk muamalah hukum asalnya adalah halal selama tidak ada dalil yang mengharamkannya," urainya.
Ia memaparkan ada 7 (tujuh) macam transaksi yang diharamkan dalam Islam, yakni riba, judi (maysir), transaksi gharar (transaksi yang menimbulkan ketidakpastian/penipuan), transaksi dharar (transaksi yang menimbulkan kerugian, kerusakan ataupun ada unsur penganiayaan), transaksi maksiat, transaksi suht (barang haram), dan transaksi risywah (suap).
Pakar ekonomi yang juga merupakan salah satu Ketua DPP LDII ini menegaskan tidak ada cara lain untuk menghindari ketujuh macam transaksi ini selain menerapkan ekonomi secara syar'i.
"Koperasi syariah dan lembaga-lembaga keuangan syariah harus segera diwujudkan," pungkasnya.
Kegiatan Seminar Ekonomi Syariah yang berlangsung Aula Akbar Hotel Mutmainnah Kota Bima itu terselenggara atas kerja sama DPW LDII Provinsi NTB dengan MUI NTB.
Selain DR. Ardito Binadi, tampil sebagai pembicara juga adalah Sekjen MUI NTBKH. Anang Zainuddin, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi NTB, Drs. H. Lalu Saswadi, MM, dan Ketua Dewan Pengawas Bank NTB Syariah, KH. Ruba'i Ahmad Munawar, LC., MA.
Seminar tersebut dibuka oleh Asisten Bidang Pembangunan dan Perekonomian Setda Kota Bima, Ir. Hj. Rini Indriani, M. Si (mewakili Walikota Bima) dan ditutup oleh Kadis Koperasi dan UKM Kabupaten Bima, Iwan Setiawan, SE (mewakili Bupati Bima).
Hadir pula pada kesempatan tersebut Ketua Umum DPP LDII, Prof. DR. KH. Abdullah Syam, M. Sc didampingi Ketua DPW LDII Provinsi NTB, Ir. Abdullah A. Karim, M. Si. (AMIN)