M. Jaelany, SE (Direktur LEPAS) saat menjadi narasumber Workshop PUSPA di Gedung Dharma Wanita Dompu, Kamis (29/8) |
Dompu, Lensa Pos NTB - Direktur Lembaga Pengembangan Sumberdaya (LEPAS) Dompu, M. Jaelany, SE menyebutkan jumlah Anak yang berhadapan dengan Hukum (ABH) di Kabupaten Dompu tahun 2018 mencapai lebih dari 100 orang. Sedangkan pada tahun 2019 ini sejak Januari sampai Juli 2019 sudah sekitar 70 orang.
Disebutnya anak berhadapan dengan hukum itu karena telah melakukan perbuatan kriminal. Di antaranya kasus panahan, kasus narkoba, dan kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor).
"Tidak sedikit pula kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Dompu ini. Korbannya anak-anak dan pelakunya juga anak-anak," ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan anak-anak yang berhadapan dengan hukum itu, ada yang ditahan di Mapolres Dompu dan ada juga yang ditahan di Kejaksaan Negeri Dompu.
Satu - persatu ia menguraikan kasus panahan yang terjadi di Dompu dilakukan oleh anak-anak terhadap anak juga. Atau dengan kata lain pelaku dan korban adalah anak-anak.
"Para pelaku dan korban berasal dari sekolah yang berbeda," ucapnya.
Anak-anak yang berhadapan dengan kasus narkoba juga membuatnya cukup prihatin. Karena hukumannya berat baik sebagai pengguna apalagi sebagai pengguna sekaligus sebagai pengedar ancaman hukumannya bisa lebih dari 7 tahun penjara.
"Kalau hukumannya di atas 7 tahun kami tidak bisa lagi melakukan upaya diversi," jelasnya.
Merujuk pada Pasal 1 angka 7 UU 11/2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pengertian diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan.
Tidak hanya itu, Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Dompu yang pernah menjadi Anggota Panwaslu Kabupaten Dompu ini menuturkan bahwa anak-anak yang pernah mengonsumsi narkoba tidak lagi memiliki masa depan yang baik karena narkoba telah merusak fisik dan mentalnya.
"Kalau sudah mengonsumsi narkoba seumur hidup akan membahayakan hidup dan pertumbuhannya," ujarnya.
Ia melanjutkan anak-anak sebagai pelaku curanmor karena 'dimanfaatkan' oleh orang dewasa. UU Perlindungan Anak dijadikan dasar bagi orang dewasa untuk 'memanfaatkan' anak-anak sebagai pelaku curanmor. Karena menganggap UU tersebut pasti akan melindungi anak-anak dari jeratan hukum.
Dengan adanya berbagai kasus di atas, Jaelany meminta kepada para orang tua agar selalu mengontrol, mengawasi, dan memantau ke mana anaknya pergi, dengan siapa anaknya pergi, dan memperhatikan lingkungan pergaulannya. Agar jangan sampai anak-anaknya berada dalam lingkungan pergaulan yang menjerumuskan pada hal-hal yang negatif.
Ia mengimbau pula orang tua jangan membiarkan anak-anaknya ke luar dari rumah hingga larut malam karena umumnya kasus-kasus kekerasan terhadap anak terjadi di malam hari. Agar anak tidak menjadi korban kekerasan maupun sebagai pelaku kejahatan.
"Terutama kepada anak laki-laki karena yang berhadapan dengan hukum ini semuanya anak laki-laki. Jangan sampai setelah ada kejadian baru menyesal, " pesannya.
Jaelany menegaskan sebagai LSM yang concern di bidang Perlindungan Anak, pihaknya tetap akan mengawal dan mendampingi kasus-kasus yang melibatkan anak. Baik anak yang berstatus sebagai pelaku maupun sebagai korban.
Bila anak sebagai pelaku, pihaknya mendampingi agar anak tersebut tetap dilindungi hak-haknya.
Salah satunya adalah memberikan kesempatan kepada anak yang berhadapan dengan hukum itu untuk mengikuti ujian.