Kaharudin* |
Pembangunan pertanian merupakan salah satu pendukung utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Indonesia dengan potensi sumberdaya alam yang sangat besar mempunyai kepentingan yang sangat tinggi untuk mengelola sumberdaya alam sebagaimana layaknya suatu negara agraris.
Kesalahan dalam membuat kebijakan dan mengeksekusi kebijakan akan berdampak sangat besar bagi kemajuan bangsa. Oleh karena itu diperlukan kajian yang mendalam dan komprehensif dalam menentukan arah dan kebijakan pembangunan nasional.
Banyak aspek yang terkandung dalam pembangunan pertanian, baik dari segi potensi sumberdaya alam, situasi dan kondisi lingkungan global, serta kebijakan yang dilaksanakan.
Kebijakan pembangunan pertanian antara lain tercermin dalam kebijakan penyuluhan pertanian.
Penyuluhan pertanian sebagi ujung tombak pembangunan pertanian yang bersentuhan langsung dengan pelaku pembangunan pertanian, menjadi penting dalam menggerakkan pembangunan pertanian.
Penyuluhan pertanian (termasuk juga perikanan dan kehutanan), adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (Undang Undang RI Nomor 16 tahun 2006).
Dalam pengertian yang lebih operasional, penyuluhan pertanian dimaknai sebagai pemberdayaan petani dan pelaku usaha pertanian lain dengan sistem pendidikan non formal di bidang pertanian agar memiliki kompetensi di bidang ilmu dan teknologi, berwirausaha, manajerial, bekerja dalam tim, berorganisasi, bermitra usaha, dan memiliki integritas moral yang tinggi sebagai pengusaha pertanian yang meliputi usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan, serta mampu menolong dirinya sendiri, baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik, sehingga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat dicapai (Badan Pengembangan SDM Pertanian, 2004).
Pada prinsipnya penyuluhan pertanian ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan pelaku utama dan pelaku usaha pertanian, yaitu agar dapat bertani lebih baik (better farming), berusahatani lebih baik (better business), hidup lebih sejahtera (better living), masyarakat lebih baik (better community), dan kelestarian lingkungan lebih terjaga (better environment).
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut tentu diperlukan upaya-upaya konkrit dari Pemerintah, terutama tentunya dari aspek penyediaan prasarana dan sarana pertanian, fasilitas-fasilitas pendukung, penyuluhan pertanian, dan regulasi yang memperkuat upaya tercapainya berbagai tujuan penyuluhan pertanian dan tujuan pembangunan pertanian.
PERAN PENYULUH PERTANIAN SWAKARSA
Penyuluh pertanian merupakan pemegang ujung tombak pembangunan pertanian. Tercapainya tujuan-tujuan penyuluhan pertanian dan pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh para Penyuluh Pertanian.
Oleh karena itu jumlah penyuluh pertanian harus mencukupi dan kompetensinya juga terpenuhi. Kondisi sekarang ini penyuluh pertanian sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena terbatasnya dana Pemerintah untuk mengangkat tenaga penyuluh pertanian, sementara penyuluh yang ada banyak yang pensiun dan juga banyak yang dimutasi menjadi pegawai Dinas diluar fungsi Penyuluh.
Dengan kondisi keterbatasan penyuluh pertanian, maka upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mengangkat penyuluh swakarsa atau penyuluh swadaya. Ini adalah penyuluh yang berasal dari ketua kelompoktani, petani andalan, atau petani maju, yang tidak diangkat sebagai PNS atau ASN, jadi tidak digaji Pemerintah.
Penyuluh Pertanian Swakarsa adalah petani dan pelaku usaha pertanian lain yang mempunyai usaha pertanian hulu, usahatani, usaha pertanian hilir dan/atau usaha jasa pertanian, dengan kesadarannya sendiri, mau, mampu dan mempunyai kesempatan untuk menyampaikan pengalaman dan keberhasilan usahanya kepada petani dan pelaku usaha pertanian lain sehingga usahanya dan organisasinya berkembang serta taraf hidupnya meningkat (Badan Pengembangan SDM Pertanian, 2004).
Senada dengan Penyuluh Pertanian PNS, Penyuluh Swakarsa mempunyai fungsi yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Sebagai pelopor atau inovator yang memberikan (menawarkan) hal-hal baru yang lebih baik bagi kehidupan para petani dan pelaku usaha pertanian lain.
Sebagai motivator, yaitu mendorong dan menumbuh-kembangkan semangat berusaha para petani dan pelaku usaha pertanian lain.
Sebagai katalisator, yaitu menjembatani dan mempercepat kemajuan usaha para petani dan pelaku usaha pertanian lain.
Sebagai fasilitator, yaitu memberi kesempatan, membukakan peluang-peluang bagi kemajuan kehidupan para petani dan pelaku usaha pertanian lain.
Sebagai pembimbing dalam penerapan dan pengembangan teknologi serta membantu dan mengikhtiarkan kemudahan-kemudahan bagi petani dan pelaku usaha pertanian lain.
Sebagaimana layaknya penyuluh pertanian, Penyuluh Pertanian Swakarsa mempunyai peran antara lain sebagai berikut.
Menyebarkan atau menyampaikan informasi kepada petani dan pelaku usaha pertanian lain.
Menyampaikan rekomendasi/anjuran kepada petani dan pelaku usaha pertanian lain.
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta membentuk sikap positip petani dan pelaku usaha pertanian lain terhadap terknologi baru.
Membimbing penerapan teknologi kepada petani dan pelaku usaha pertanian lain.
Mengembangkan kepemimpinan dan kemandirian melalui peningkatan swadaya dan swakarsa petani dan pelaku usaha pertanian lain.
Sesuai dengan fungsi dan perannya, Penyuluh Pertanian Swakarsa seharusnya mempunyai beberapa kompetensi; antara lain: (a) mempunyai pengalaman dan wawasan yang cukup, (b) mempunyai usaha tani yang lebih maju dan berhasil, (c) mempunyai sifat kepemimpinan, sehingga dihormati dan disegani petani lainnya, dan (d) mempunyai kemauan membantu dan membina petani di sekitarnya.
PETANI MILENIAL SEBAGAI PENYULUH PERTANIAN SWAKARSA
Petani milenial dimaknai sebagai petani muda yang berumur mulai 19 tahun hingga 39 tahun. Meskipun ada batasan formal berupa umur, namun demikian makna yang lebih luas dan substantif adalah semua petani yang berjiwa dan semangat muda, tanggap terhadap perkembangan zaman, dan adaptif terhadap teknologi digital.
Dengan demikian umur sebetulnya bukan merupakan kendala atau batasan mutlak dari petani milenial (Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2019).
Era sekarang adalah era teknologi digital, dimana teknologi informasi berkembang sangat cepat dan dinamis. Oleh karena itu diperlukan orang-orang yang responsif terhadap perkembangan teknologi, dan ini biasanya ranahnya para pemuda-pemudi, termasuk yang ada di perdesaan, tentunya juga para petani dan pelaku usaha pertanian lainnya.
Era teknologi digital juga merambah ke bisnis pertanian. sekarang ini pemasaran produk-produk pertanian sudah mulai dengan sistem online. Ini adalah peluang petani milenial di perdesaan untuk memanfaatkan tekinologi digital dengan sistem online. Pasar menjadi terbuka lebar, tidak hanya lokal dan regional, bahkan hingga internasional.
Peran petani milenial diperlukan sebagai penyuluh swakarsa, terutama yang terkait pemanfaatan teknologi informasi dan teknologi digital di perdesaan. Mereka termasuk golongan yang melek teknologi canggih, berbeda dengan penyuluh PNS yang biasanya sudah tua dan kurang tanggap terhadap teknologi digital. Di era glonalisasi dimana teknologi informasi dan digital menjadi penting, maka peran petani milenial sebagai penyuluh swakarsa menjadi sangat penting.
Selain peran penting petani milenial dalam memanfaatkan teknologi informasi dan digital, petani milenial diharapkan memberikan semangat baru dalam membuka lapangan kerja baru terutama yang berbasis teknologi informasi dan digital, menumbuhkan wirausaha muda pertanian, menekan urbanisasi dengan membangun desa, dan tentunya dampak tidak langsung lainnya adalah mengurangi kemiskinan di desa dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat desa.
REVITALISASI PENYULUHAN PERTANIAN
Sejak dikeluarkannya Undang Undang RI Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, upaya untuk merevitalisasi penyuluhan mulai dilakukan.
Upaya ini banyak difokuskan pada penataan kelembagaan penyuluhan di tingkat birokrasi, yaitu dengan dibentuknya lembaga Pemerintah yang mengelola penyuluh, baik di tingkat Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Penyuluh Pertanian ditempatkan di Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian (Bapeluh) di Kabupaten/Kota dan Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian (Bakorluh) di Provinsi.
Tujuan pembentukan lembaga penyuluhan ini sebetulnya untuk lebih mengkoordinasikan penyuluh di dalam satu lembaga, tidak terpisah-pisah di Dinas-Dinas masing-masing (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan, Dinas Perikanan, Dinas Kehutanan); namun demikian perkembangan di lapangan menjadi lain. Banyak terjadi friksi dan “perpecahan” antara Bakorluh/Bapeluh dengan Dinas-Dinas yang membidangi pertanian. Mereka jalan sendiri-sendiri, tidak bersinergi, sehingga antara program Dinas dan fungsi penyuluhannya tidak bersinergi, yang berakibat tujuan-tujuan pembangunan pertanian menjadi tidak tercapai.
Pada akhirnya Pemerintah membubarkan Bakorluh dan Bapeluh dan mengembalikan para Penyuluh ke Dinas-Dinas. Sementara karena keterbatasan dana Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Dinas-Dinas yang dibentuk juga berragam dan penempatan para penyuluh serta alokasinya menjadi masalah tersendiri karena banyak yang tidak proporsional. Ada Dinas yang mendapatkan penyuluh banyak, sementara Dinas yang lain tidak kebagian atau hanya mendapatkan sedikit.
Melihat kondisi seperti di atas, sudah sewajarnya fungsi-fungsi penyuluhan pertanian perlu direvitalisasi kembali agar pembangunan pertanian kembali tetap dalam arah yang benar mewujudkan tujuan mencapai kesejahteraan petani.
Oleh karena itu peran revitalisasi menjadi penting, yaitu menata kembali fungsi dan tujuan penyuluhan pertanian. Revitalisasi penyuluhan pertanian secara umum mencakup: a) penataan kelembagaan penyuluhan pertanian, b) peningkatan kuantitas dan kualitas penyuluh pertanian, c) peningkatan sistem penyelenggaraan penyuluhan pertanian, dan d) peningkatan kepemimpinan dan kelembagaan petani (Kepala Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 2007).
Dalam rangka melanjutkan revitalisasi penyuluhan pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian sekarang ini sedang menyusun konsep Pemantapan Sistem Penyuluhan Pertanian, yaitu mencakup tahapan sebagai berikut.
Penguatan kelembagaan penyuluhan pertanian, terutama di tingkat Kecamatan (Balai Penyuluhan Pertanian), dan tingkat Desa (Pos Penyuluhan Desa).
Peningkatan kompetensi penyuluh dan penumbuhan penyuluh swakarsa/swadaya.
Penguatan kelembagaan petani, terutama dengan penumbuhan dan pengembangan kelompoktani, gabungan kelompoktani, koperasi tani.
Pengembangan sistem penyuluhan berbasis cyber dan multimedia.
Peningkatan diseminasi dan adopsi teknologi dengan penguatan Research and Extension Linkage (REL) dan adaptasi teknologi spesifik lokasi di Balai Penyuluhan Pertanian (Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2019).
KESIMPULAN
Penyuluhan Pertanian yang merupakan ujung tombak pembangunan pertanian mengalami pasang surut mengikuti perkembangan zaman, kebijakan Pemerintah, dan kondisi lingkungan. Kebijakan di bidang penyuluhan pertanian yang kurang tepat mengakibatkan terhambatnya upaya mewujudkan tujuan pembangunan pertanian, bahkan terkadang juga mereduksi capaian-capaian sebelumnya. Kebijakan Otonomi Daerah juga mengakibatkan makin beragamnya kondisi dan kebijakan yang dijalankan daerah, sehingga terjadi keragaman pencapaian hasil-hasil pembangunan pertanian.
Bertolak dari kondisi di atas, maka perlu disusun kembali konsep revitalisasi penyuluhan pertanian, dengan rincian kebijakan sebagai berikut.
Pemerintah perlu menyusun Kebijakan Umum Penyuluhan Pertanian yang memayungi strategi dan kebijakan operasional penyuluhan pertanian yang nantinya dipakai sebagai payung kebijakan Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan dan langkah operasional kegiatan penyuluhan pertanian.
Penataan Kelembagaan Penyuluhan dan Penyuluh Pertanian juga harus dirumuskan secara nasional sebagai acuan Pemerintah Daerah dalam menata organisasi dan alokasi penyuluh pertanian dengan prosedur dan pembagian tugas secara komprehensif.
Perlu penguatan SDM Pertanian yang lebih jelas arahnya, baik untuk petani maupun aparat pertanian. Penguatan Penyuluh, Penyuluh Swadaya/Swakarsa dan Petani Milenial menjadi prioritas. Penyuluh menjadi tulang punggung kegiatan penyuluhan sehingga perlu penguatan Penyuluh Swakarsa termasuk prioritasnya Petani Milenial yang berjiwa pemimpin sebagai Penyuluh Swakarsa.
Perlu penguatan kelembagaan penyuluhan di lapangan (BPP dan Pos Penyuluhan Desa) dengan penyediaan anggaran yang memadai, mensinergikan dengan kegiatan Dana Desa, dan menggerakkan tokoh-tokoh masyarakat, aparat Desa, dan Penyuluh Pertanian (PNS, Penyuluh Swakarsa, Penyuluh Milenial).
Memanfaatkan teknologi informasi, teknologi digital, dan agribisnis sistem online, dengan membekali Penyuluh Pertanian (PNS, Penyuluh Swakarsa, Penyuluh Milenial) dengan iptek berbasis teknologi informasi. Selanjutnya dirintis usaha-usaha berorientasi agribisnis dengan sistem online (misalnya pemasaran produk dan jasa pertanian menggunakan sistem online).
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan SDM Pertanian, 2004. Pedoman Pengembangan Penyuluh Pertanian Swakarsa.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2019. Petani Milenial. Disampaikan pada Rapim Kementerian Pertanian Tanggal 4 Maret 2019 di Gedung A Kementerian Pertanian, Jakarta.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2019. Rancangan Kegiatan Strategis Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Tahun 2020. Disampaikan pada Rapat Koordinasi Teknis Pembangunan Pertanian Tahun 2020 Tanggal 19 Februari 2019 di Auditorium Gedung F Kementerian Pertanian. Jakarta.
Kepala Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 2007. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian dalam rangka Mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional. Badan Pengembangan SDM Pertanian. Jakarta.
Undang Undang RI Nomor 16 Tahun 2006. Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. (*Penulis merupakan Penyuluh Pertanian di BPTP NTB).