Koranlensapos.com - Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 mengatur tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Permen dimaksud sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 247 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan. Salah satu yang diatur dalam Peraturan Menteri ini yaitu berkaitan dengan persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dan kegiatan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Diterbitkan pula Permen LHK Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial pada Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus.
Kepala Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Toffo Pajo Soromandi, Nurwana Putra menjelaskan Program Perhutanan Sosial ini di lokasi hutan yang sudah dirambah oleh masyarakat.
"Karena sudah diduduki oleh masyarakat sehingga sulit sekali dilakukan rehabilitasi ulang," jelasnya.
Dikatakannya, program Perhutanan Sosial bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian.
"Program Perhutanan Sosial ini yang dikehendaki oleh pemerintah yaitu hutan bermanfaat tapi lestari. Bukan hanya bermanfaat, tetapi juga harus lestari," bebernya.
Dikemukakan Nurwana, wujud pelaksanaan program Perhutanan Sosial yakni dibentuknya Kelompok Tani Hutan (KTH). Di wilayah KPH Topaso sendiri telah dibentuk 108 KTH. KTH-KTH ini telah mendapatkan legalitas dan keabsahan dari Kementerian LHK.
Disebutnya, para petani yang tergabung dalam KTH ini diberikan hak dan kewajiban mengelola kawasan hutan yang telah ditetapkan. Jangka waktu pengelolaan selama 35 tahun dan akan dievaluasi setiap masa 5 tahun.
Di lokasi yang ditetapkan, para petani yang tergabung dalam KTH mengelolanya dengan sistem agroforestri berupa penanaman pohon buah-buahan yang dapat diambil manfaatnya.
Terdapat ketentuan jumlah tanaman dalam setiap kawasan yang dikelolanya. Namun bisa dilakukan secara bertahap. Pada saat bersamaan, petani bisa melakukan tumpang sari dengan tanaman palawija berumur pendek yang bisa cepat dimanfaatkan.
"Pemerintah menghendaki melalui program Perhutanan Sosial ini, petani kita bisa sejahtera, secara bertahap hutan bisa kembali lestari," paparnya.
Namun demikian, lanjutnya berdasarkan pemantauan pihaknya, ada juga petani yang 'nakal' dengan merambah hutan yang masih ada untuk memperluas areal perhutanan sosial mereka.
"Pantauan kami setiap tahun tetap ada perambahan hutan oleh masyarakat," akunya.
Nurwana menyebut pihaknya tetap berupaya maksimal untuk melakukan pengamanan terhadap sisa-sisa hutan yang masih tersisa meski dengan berbagai keterbatasan yang ada.
"Kalau tidak kami jaga, mungkin hutan kita sudah habis," ujarnya.
Menurutnya kesadaran kolektif masyarakat yang paling menentukan dalam mewujudkan kelestarian hutan.
"Tidak ada hutan di manapun di Indonesia ini yang masih terjaga karena peran pemerintah. Hutan terjaga kalau muncul kesadaran kolektif masyarakat. Contohnya di Ranggo (Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu,red) itu masih ada hutan yang terjaga karena masyarakatnya memiliki kesadaran kolektif," ungkapnya. (emo).